Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Putusan Kontroversial PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024

image-gnews
Ilustrasi palu sidang pengadilan. legaljuice.com
Ilustrasi palu sidang pengadilan. legaljuice.com
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 Maret 2023 memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penundaan Pemilu 2024 dalam gugatan perdata yang diajukan Partai Prima sebab tak lolos verifikasi parpol. Usai putusan diketok, berbagai pihak beramai-ramai mengkritik keputusan tersebut. Mereka menganggap hakim PN Jakarta Pusat telah melanggar yurisdiksi dengan memutuskan perkara yang seharusnya tak ditangani Pengadilan Negeri. 

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menjelaskan kewenangan Pengadilan Negeri dalam penanganan perkara perbuatan melanggar hukum (PMH) telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Pasal 10 dam Pasal 11. 

Menurut aturan tersebut, jika ada pihak yang mengajukan perkara PMH ke Pengadilan Negeri, maka perkara bakal dilimpahkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, Pengadilan Negeri tak memiliki wewenang mengadili perkara jenis itu. 

"Jika pun Pengadilan Negeri sudah menjalankan perkara tersebut karena luput, khilaf, misalnya, maka harus diputus tidak dapat diterima," kata Feri dalam diskusi Sabtu, 4 Maret 2023. 

Feri menyebut aturan ini sudah ada dari tahun 2019 dan telah menjadi tradisi di Pengadilan Negeri untuk melimpahkan perkara PMH ke PTUN. Jika ada pemohon yang "nekat" mengajukan PMH ke Pengadilan Negeri, Feri mengatakan Pengadilan Negeri bakal menolaknya. 

"Makanya aneh, tiba-tiba khusus untuk PMH ini diajukan di PN Jakarta Pusat, kemudian dijalankan bahkan diputuskan perkaranya. Jadi, ini sudah dilanggar," kata Feri. 

Dianggap langgar konstitusi

Selain melanggar Yurisdiksi, Feri menyebut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga telah melanggar UUD Negara RI Tahun 1945 yang menetapkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Putusan menunda Pemilu 2024 jelas bertabrakan dengan konstitusi sehingga vonis tersebut dinilai cacat.

Asal muasal vonis penundaan Pemilu 2024 ini berawal dari gugatan perdata yang diajukan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena tidak meloloskan partai baru tersebut dalam proses verifikasi. Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut, Tengku Oyong, menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum karena menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi. 

Oyong kemudian menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan pada 2 Maret 2023 dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. 

Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.

Feri menganggap putusan tersebut ngawur dan tidak berkorelasi dengan tuntutan yang diajukan. 

"Kalau memang masalahnya soal verifikasi administrasi, kalau itu masalah keperdataannya perbaiki saja itu oleh putusan peradilan. Tapi, kok tiba-tiba meloncat ke masalah hukum publik, yaitu masalah tahapan penyelenggaraan pemilu jadi dari hukum privat perdata ke hukum publik, bagaimana ceritanya?" kata Feri.

Senada dengan Feri, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti juga mengatakan Majelis Hakim keliru menetapkan putusan penundaan Pemilu 2024 dan menganggapnya sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi. Bivitri menyebut Pengadilan Negeri telah memutus perkara yang bukan ranahnya. 

Sebab, kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera itu, gugatan Partai Prima merupakan ranah administrasi negara, bukan perdata. 

"Aneh kalau ada unsur melawan hukum dari penguasa seharusnya dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, tapi diterima di Pengadilan Negeri," ujar dia. 

Bivitri memaparkan ranah perdata terikat dengan konsep privat. Sehingga, dampak putusan dari peradilan perdata seharusnya hanya boleh dirasakan oleh pihak penggugat dan tergugat, yang dalam kasus ini adalah Partai Prima dengan KPU. 

"Bukan untuk umum. Jadi inilah alasan mengapa putusan ini keliru," kata Bivitri.

Kekeliruan PN Jakarta Pusat terhadap putusan itu dicurigai peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Noory Okthariza sebagai bagian dari upaya sistematis menunda Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan Presiden. Isu penundaan ini sebelumnya telah bergulir sejak tahun lalu dan sempat didukung oleh sejumlah elite politik. 

Noory menyebut kecurigaan ini muncul karena ada korelasi dari banyaknya isu penundaan pemilu yang beredar di publik dengan putusan pengadilan tersebut. Noory menyebut insiden ini semakin mengindikasikan ada upaya yang secara sistematis menginginkan penundaan Pemilu 2024. 

"Saya sulit untuk tidak lihat putusan PN Jakarta Pusat sebagai bagian, dengan segala hormat, kelompok yang ingin pemilu ditunda. Kelompok ini bisa terorganisir, bisa tak terorganisir, tapi tujuannya sama, pemilu ditunda. Entah satu atau dua tahun dan seterusnya," kata Noory.

Lebih lanjut, ia mencurigai usaha kelompok yang menginginkan pemilu ditunda tak akan berhenti sampai di sini, tetapi bakal berlanjut melalui usaha amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945, menghadirkan GBHN, hingga mobilisasi kepala desa. Usaha-usaha itu semakin gencar dilakukan mengingat semakin dekatnya tahun politik. 

"Makin mendekat ke tahun politik isu ini jadi komoditas untuk political bargaining. Sekali di setop muncul isu baru. Dan dinamika ini jadi bargaining isu jadi komoditas," kata dia.

Selanjutnya: Dugaan ada kekuatan besar

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

12 jam lalu

Sejumlah wartawan melakukan teatrikal menggunakan miniatur televisi saat aksi unjuk rasa tolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran di Depan Gedung DPRD Kota Malang, Malang, Jawa Timur, Jumat 17 Mei 2024. Wartawan yang tergabung dalam organisasi Pewarta Foto Indonesia (PFI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di daerah tersebut menggelar aksi untuk menolak pasal-pasal dalam RUU penyiaran yang dinilai berpotensi mengalangi tugas jurnalistik dan kebebasan pers. ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
3 RUU dalam Sorotan Publik: RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara

Dalam waktu berdekatan tiga RUU DPR mendapat sorotan publik yaitu RUU Penyiaran, RUU MK, dan RUU Kementerian Negara. Apa sebabnya?


RUU MK Dibahas Diam-diam: Berikut Tanggapan Pedas Ketua MKMK, Mantan Ketua MK, hingga Mahfud MD

1 hari lalu

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
RUU MK Dibahas Diam-diam: Berikut Tanggapan Pedas Ketua MKMK, Mantan Ketua MK, hingga Mahfud MD

Pengesahan RUU MK di tahap I menimbulkan polemik. Sebab, selain dianggap dibahas diam-diam, bisa melemahkan independensi MK. Apa kata Ketua MKMK?


Alasan Demokrat Tolak Usulan Politik Uang Dilegalkan dalam Pilkada 2024

1 hari lalu

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf saat memimpin rapat kerja dengan Mendikbudristek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 24 Januari 2023. Rapat tersebut membahas evaluasi program kerja dan anggaran tahun 2022, serta persiapan pelaksanaan program kerja tahun 2023. TEMPO/M Taufan Rengganis
Alasan Demokrat Tolak Usulan Politik Uang Dilegalkan dalam Pilkada 2024

Partai Demokrat menolak usulan agae politik uang atau money politics dilegalkan pada Pemilihan Kepala Daerah alias Pilkada 2024.


Ketua KPU Disanksi Kebocoran Data, Begini Posisi Perkaranya

2 hari lalu

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari (kanan) menghadiri sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 29 April 2024. MK menggelar sidang perdana PHPU Pileg 2024 yang dibagi menjadi tiga panel Majelis Hakim yang terdiri atas tiga orang Hakim Konstitusi dengan agenda pemeriksaan pendahuluan. ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga
Ketua KPU Disanksi Kebocoran Data, Begini Posisi Perkaranya

DKPP memutuskan menjatuhkan sanksi berupa peringatan kepada ketua dan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas gugatan DPT yang diduga bocor.


Politikus PDIP Bilang Usulan Melegalkan Money Politics Pernyataan Sarkasme

3 hari lalu

Chico Hakim. Instagram
Politikus PDIP Bilang Usulan Melegalkan Money Politics Pernyataan Sarkasme

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Hugua, meminta KPU melegalkan praktik money politics saat pemilu lewat PKPU.


Bawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024

3 hari lalu

Ketua Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI Rahmat Bagja ditemui di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, pada Rabu, 13 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso Joharsoyo.
Bawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024

Bawaslu menyatakan PKPU tentang pencalonan diperlukan untuk menghindari sengketa pada proses Pilkada 2024.


Tolak Revisi UU Penyiaran, Mahfud Md Bilang Tugas Media Justru Lakukan Investigasi

3 hari lalu

Mahfud MD saat mengunjungi UII Yogyakarta Rabu, 8 Mei 2024. Dok.istimewa
Tolak Revisi UU Penyiaran, Mahfud Md Bilang Tugas Media Justru Lakukan Investigasi

Mahfud Md berujar pelarangan melakukan dan menyiarkan hasil investigasi untuk media sama saja seperti melarang peneliti melakukan riset.


Mahfud Md Sebut Revisi UU Penyiaran Keblinger: Tugas Media Itu Investigasi, Kok Dilarang?

3 hari lalu

Mahfud MD saat mengunjungi UII Yogyakarta Rabu, 8 Mei 2024. Dok.istimewa
Mahfud Md Sebut Revisi UU Penyiaran Keblinger: Tugas Media Itu Investigasi, Kok Dilarang?

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengkritisi rencana DPR RI untuk merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau UU Penyiaran. Mahfud mengatakan aturan-aturan diusulkan dalam revisi undang-undang tersebut keblinger atau sesat.


Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

3 hari lalu

Mahfud MD di UII Yogyakarta Selasa (30/4). Dok.istimewa.
Mahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim

Mantan Menko Polhukam, Mahfud Md, mengungkapkan bahwa revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengganggu independensi hakim.


Penjelasan Mahfud Md Soal RUU MK yang Dia Sebut Kini Tak Lagi Jadi Ancaman

4 hari lalu

Mahfud MD saat mengunjungi UII Yogyakarta Rabu, 8 Mei 2024. Dok.istimewa
Penjelasan Mahfud Md Soal RUU MK yang Dia Sebut Kini Tak Lagi Jadi Ancaman

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menanggapi RUU MK yang baru saja diterima Menko Hadi Tjahjanto di tingkat Panja. Padahal, RUU tersebut sempat ditolak Mahfud.